A. Empowerment
Stress, dan Konflik
1. Pengertian
Empowerment
Empowerment, merupakan istilah yang
cukup populer dalam bidang manajemen khususnya manajemen Sumber Daya Manusia.
Banyak penafsiran tentang empowerment. Dan salah satu penafsiran yang dikenal
oleh sebagian besar dari kita adalah empowerment sebagai pendelegasian wewenang
dari atasan kepada bawahan. Empowerment, yaitu upaya mengaktualisasikan potensi
yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang
demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai objek,
tetapi sebagai pelaku atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri.
Secara umum pemberdayaan didefinisikan sebagai suatu proses sosial multi-dimensional yang membantu penduduk untuk mengawasi kehidupannya sendiri. Pemberdayaan itu merupakan suatu proses yang memupuk kekuasaan (yaitu, kemampuan mengimplementasikan) pada individu, untuk penggunaan bagi kehidupan mereka sendiri, komunitas mereka, dengan berbuat mengenai norma - norma yang mereka tentukan. (Page & Czuba, 1999:3).
Richard Carver, Managing Director dari Coverdale Organization mendefinisikan empowerment sebagai mendorong dan membolehkan seseorang untuk mengambil tanggung jawab secara pribadi untuk meningkatkan atau memperbaiki cara-cara menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kontribusi dalam pencapaian sasaran organisasi. Empowerment memerlukan penciptaan budaya yang mendorong pegawai dalam setiap tingkatan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan membantu pegawai untuk percaya diri dan kemampuan untuk melakukan perubahan.
Selain pengertian yang telah disampaikan oleh Richard Carver, ada beberapa pengertian atau pemahaman lain tentang empowerment. Namun semua definisi yang ada secara prinsip memiliki kesamaan yaitu bahwa empowerment mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
Secara umum pemberdayaan didefinisikan sebagai suatu proses sosial multi-dimensional yang membantu penduduk untuk mengawasi kehidupannya sendiri. Pemberdayaan itu merupakan suatu proses yang memupuk kekuasaan (yaitu, kemampuan mengimplementasikan) pada individu, untuk penggunaan bagi kehidupan mereka sendiri, komunitas mereka, dengan berbuat mengenai norma - norma yang mereka tentukan. (Page & Czuba, 1999:3).
Richard Carver, Managing Director dari Coverdale Organization mendefinisikan empowerment sebagai mendorong dan membolehkan seseorang untuk mengambil tanggung jawab secara pribadi untuk meningkatkan atau memperbaiki cara-cara menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kontribusi dalam pencapaian sasaran organisasi. Empowerment memerlukan penciptaan budaya yang mendorong pegawai dalam setiap tingkatan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan membantu pegawai untuk percaya diri dan kemampuan untuk melakukan perubahan.
Selain pengertian yang telah disampaikan oleh Richard Carver, ada beberapa pengertian atau pemahaman lain tentang empowerment. Namun semua definisi yang ada secara prinsip memiliki kesamaan yaitu bahwa empowerment mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
·
Adanya
pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat keputusan yang didukung
oleh sumber daya yang memadai.
·
Adanya
kontrol atas pelimpahan kewenangan dari manajemen.
Adanya penciptaan lingkungan agar pegawai dapat memanfaatkan kemampuan atau kompetensinya secara maksimum untuk mencapai sasaran organisasi
Adanya penciptaan lingkungan agar pegawai dapat memanfaatkan kemampuan atau kompetensinya secara maksimum untuk mencapai sasaran organisasi
2. Kunci
efektif Empowerment dalam manajemen
Konsep
pemberdayaan (empowerment), menurut Friedmann muncul karena adanya dua primise
mayor, yaitu “kegagalan” dan “harapan”. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya
model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan
yang berkelanjutan, sedangkan harapan muncul karena adanya
alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi,
persamaan gender, peran antara generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Dengan dasar pandangan demikian, maka pemberdayaan masyarakat erat kaitannya
dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
pada masyarakat, sehingga pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan
pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
Selanjutnya Friedmann dalam Prijono dan Pranaka (1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek sosial ekonomi masyarakat menjadi akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan dan ketrampilan, partisipasi dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada korelasi yang positif, bila ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya pada dasar-dasar produksi maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai peningkatan akses rumah tangga terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.
Selanjutnya Friedmann dalam Prijono dan Pranaka (1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek sosial ekonomi masyarakat menjadi akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan dan ketrampilan, partisipasi dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada korelasi yang positif, bila ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya pada dasar-dasar produksi maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai peningkatan akses rumah tangga terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.
3. Definisi
stress
Terdapat
beberapa pengertian tentang stress yang dapat dimaknai dari beberapa sudut
pandang keilmuan. Levi (1991) mendefinisikan stress sebagai berikut:
Dalam bahasa tekhnik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh.
Dalam bahasa tekhnik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh.
Dalam
bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan proses tubuh untuk
beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.
Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.
Secara lebih tegas Manuaba (1998) memberikan definisi sebagai berikut: Stress
adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
Selanjutnya Mendelson (1990) mendefinisikan stress akibat kerja secara lebih sederhana, dimana stress merupakan suatu ketidak nyamanan dalam kerja.
Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.
Secara lebih tegas Manuaba (1998) memberikan definisi sebagai berikut: Stress
adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
Selanjutnya Mendelson (1990) mendefinisikan stress akibat kerja secara lebih sederhana, dimana stress merupakan suatu ketidak nyamanan dalam kerja.
Sedangkan
respon stress merupakan suatu total emosional individu dan atau merupakan
respon fisiologis terhadap kejadian yang diterimanya. Dari beberapa pengertian
tersebut maka dapat digaris bawahi bahwa stress muncul akibat adanya berbagai
stressor yang diterima oleh tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi
(strain) dalam beranekaragam tampilan.
Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa stress secara umum merupakan tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan). Dan secara konsep stress dapat didefinisikan menurut variabel kajian: Stress sebagai stimulus. Stress sebagai variable bebas (independent variable) menitik beratkan pada lingkungan sekitarnya sebagai stressor. Sebagai contoh: petugas air traffics control merasa lingkungan pekerjaannya penuh resiko tinggi, sehingga mereka sering mengalami stress akibat lingkungan pekerjaannya tersebut.
Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa stress secara umum merupakan tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan). Dan secara konsep stress dapat didefinisikan menurut variabel kajian: Stress sebagai stimulus. Stress sebagai variable bebas (independent variable) menitik beratkan pada lingkungan sekitarnya sebagai stressor. Sebagai contoh: petugas air traffics control merasa lingkungan pekerjaannya penuh resiko tinggi, sehingga mereka sering mengalami stress akibat lingkungan pekerjaannya tersebut.
Stress
sebagai respon. Stress sebagai variable tergantung (dependent variabel)
memfokuskan pada reaksi tubuh terhadap stressor. Sebagai contoh: seseorang
mengalami stress apabila akan menjalani ujian berat. Respon tubuh (strain) yang
dialami dapat berupa respon psikologis (perilaku, pola pikir, emosi, dan
perasaan stres itu sendiri) dan respon fisiologis (jantung berdebar, perut mulas-mulas,
badan berkeringat, dll). Stress sebagai interaksi antara individu dan
lingkungannya. Stress disini merupakan suatu proses penghubung antara stressor
dan strain dengan reaksi stress yang berbeda pada stressor yang sama.
4. Sumber-sumber
stress pada manusia
Ø Sumber-sumber stress didalam diri
seseorang : Kadang-kadang sumber stress itu ada didalam diri seseorang. Salah
satunya melalui kesakitan. Tingkatan stress yang muncul tergantung pada rasa
sakit dan umur inividu(sarafino,1990). Stress juga akan muncul dalam seseorang
melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang
mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stress yang utama.
Ø Sumber-sumber stress di dalam keluarga
: Stress di sini juga dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota
keluarga, seperti : perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh
tak acuh, tujuan-tujuan yang saling berbeda dll. Misalnya : perbedaan keinginan
tentang acara televisi yang akan ditonton, perselisihan antara orang tua dan
anak-anak yang menyetel tape-nya keras-keras, tinggal di suatu lingkungan yang
terlalu sesak, kehadiran adik baru. Khusus pada penambahan adik baru ini, dapat
menimbulkan perasaan stress terutama pada diri ibu yang selama hamil (selain
perasaan senang, tentu), dan setelah kelahiran. Rasa stress pada ayah
sehubungan dengan adanya anggota baru dalam keluarga, sebagai kekhawatiran akan
berubahnya interaksi dengan ibu sebagai istrinya atau kekhawatiran akan
tambahan biaya. Pra orang tua yang kehilangan anak-anaknya atau pasanganya
karena kematian akan merasa kehilangan arti (sarafino,1990).
Ø Sumber-sumber stress didalam komunitas
dan lingkungan : interaksi subjek diluar lingkungan keluarga melengkapi
sumber-sumber stress. Contohnya : pengalaman stress anak-anak disekolah dan di
beberapa kejadian kompetitif, seperti olahraga. Sedangkan beberapa pengalaman
stress oang tua bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungan yang stressful
sifatnya. Khususnya ‘occupational stress’ telah diteliti secra luas.
Ø
Pekerjaan
dan stress : Hampir semua orang didalam kehidupan mereka mengalami stress
sehubungan denga pekerjaan mereka. Tidak jarang situasi yang ‘stressful’ ini
kecil saja dan tidak berarti, tetapi bagi banyak orang situasi stress itu
begitu sangat terasa dan berkelanjutan didalam jangka waktu yang lama.
5. Pendekatan
stress
Pendekatan Individual
Menurut
Patton (1998) bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan
faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu.
Faktor-faktor tersebut antara lain: Kondisi individu seperti umur, jenis
kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan dll. Ciri
kepribadian seperti introvert atau ekstrover, tingkat emosional, kepasrahan,
kepercayaan diri dll. Sosial – kognitif seperti dukungan sosial, hubungan
social dengan lingkungan sekitarnya Strategi untuk menghadapi setiap stress
yang muncul.
Pendekatan Perusahaan
Kaitannya
dengan tugas-tugas dan pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab
stress kemungkinan besar lebih spesifik. Clark (1995) dan Wantoro (1999)
mengelompokkan penyebab stress (stressor) di tempat kerja menjadi tiga kategori
yaitu stressor fisik, psikofisik dan psikologis.
Faktor peran individu dalam organisasi kerja. Beban tugas yang bersifat mental dan
tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress yang tinggi
dibandingkan dengan beban kerja fisik. Dalam suatu penelitian tentang stress
akibat kerja menemukan bahwa karyawan yang mempunyai beban psikologis lebih
tinggi dan ditambah dengan keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan
mempunyai resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah yang lebih
tinggi serta mempunyai kecenderungan merokok yang lebih banyak dari karyawan
yang lain.
Faktor hubungan kerja.
Hubungan seperti adanya kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidak
nyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat
kerja Faktor pengembangan karier.
Faktor struktur organisasi dan suasana kerja. Penyebab stress yang berhubungan
dengan struktur organisasi dan suasana kerja biasanya berawal dari budaya
organisasi dan model manajemen yang dipergunakan. Beberapa faktor penyebabnya
adalah, kurangnya pendekatan partisipatoris, konsultasi yang tidak efektif,
kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan kantor, selain itu pemilihan dan
penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress
Faktor di luar pekerjaan.
Faktor kepribadian seseorang (ekstrover atau introvert) sangat berpengaruh
terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat
mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain. Perselisihan antar anggota keluarga,
lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya
stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.
Selain
faktor-faktor tersebut tentunya masih banyak faktor penyebab lainnya seperti:
Ancaman pemutusan hubungan kerja. Faktor ini sering kali menghantui para karyawan di perusahaan dengan berbagai alasan dan penyebab yang tidak pasti. Contoh kasus pengeboman hebat yg terjadi pada tgl 12 Oktober 2002 di Legian Kuta Bali, kasus ini memberi dampak negative dibidang ketenaga kerjaan, ribuan karyawan sector pariwisata terancam pemutusan hubungan kerja akibat menurunnya turis yang dating ke Bali. Kondisi demikian sudah barang tentu menimbulkan keresahan bagi karyawan dan berakibat kepada timbulnya stress. Perubahan politik nasional Krisis ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak perusahaan melakukan efisiensi dalam bentuk perampingan organisasi. Akibatnya ribuan karyawan terancam berhenti kerja atau pensiun muda dan pencari kerja kehilangan lowongan pekerjaan. Stress dan depresi menjadi bahasa popular pada kalangan masyarakat pekerja maupun pencari kerja.
Ancaman pemutusan hubungan kerja. Faktor ini sering kali menghantui para karyawan di perusahaan dengan berbagai alasan dan penyebab yang tidak pasti. Contoh kasus pengeboman hebat yg terjadi pada tgl 12 Oktober 2002 di Legian Kuta Bali, kasus ini memberi dampak negative dibidang ketenaga kerjaan, ribuan karyawan sector pariwisata terancam pemutusan hubungan kerja akibat menurunnya turis yang dating ke Bali. Kondisi demikian sudah barang tentu menimbulkan keresahan bagi karyawan dan berakibat kepada timbulnya stress. Perubahan politik nasional Krisis ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak perusahaan melakukan efisiensi dalam bentuk perampingan organisasi. Akibatnya ribuan karyawan terancam berhenti kerja atau pensiun muda dan pencari kerja kehilangan lowongan pekerjaan. Stress dan depresi menjadi bahasa popular pada kalangan masyarakat pekerja maupun pencari kerja.
5. Definisi
Konflik
Menurut
Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak
yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu
atau keduanya saling terganggu.
Menurut
Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan
antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri
individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah
dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau
stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
6. Jenis-jenis
konflik
Menurut
James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu
konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan
kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi, antara lain :
Ø Konflik Intrapersonal
Konflik
intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi
bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin
dipenuhi sekaligus
Ø Konflik Interpersonal
Konflik
Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang
yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal
ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.
Ø Konflik antar individu-individu dan
kelompok-kelompok
Hal
ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan
untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum
oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas
kelompok dimana ia berada.
Ø Konflik antara kelompok dalam
organisasi yang sama
Konflik
ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua
macam bidang konflik antar kelompok.
Ø Konflik antara organisasi
Contoh
seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain
dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan
persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan
timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru,
harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
7. Proses
Konflik
Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses terjadinya
konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya
konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada konflik,
tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul.
Kognisi dan Personalisasi
Sebagaimana yang telah disinggung
dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah
satu pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun
karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu
dipersonalisasi. Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau
lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya
konflik. Pada tahap ini mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan
yang lainnya. Baru pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat
secara emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan,
frustasi, atau rasa bermusuhan.
Mengintervensi antara
persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka.
Maksud adalah keputusan untuk
bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain
untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik
bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud
pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan
perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud
seseorang.
Perilaku Tahapan
selanjutnya dalam proses terjadinya konflik adalah perilaku yang meliputi
pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Perilaku konflik ini biasanya
merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing
pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
Akibat Jalinan
aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi.
Akibat atau konsekuensi itu bisa
bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok,
atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja
kelompok.
B. Komunikasi
Dalam Manajemen
Komunikasi
adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak
kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal
yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal
yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan
menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya
tersenyum, menggelengkan kepala,
mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal. Proses
komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai
media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan
nonverbal (kial/gesture, isyarat,gambar, warna, dan lain sebagainya) yang
secara langsung dapat/ mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan
komunikator kepada komunikan. Seperti
disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam
pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang
setala bagi komunikator dan komunikan.
Prosesnya
sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan
disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran
dan atau perasaannya ke dalam lambing (bahasa) yang diperkirakan akan
dimengerti oleh komunikan. Kemudian
giliran komunikan untuk
menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung
pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang
penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan
komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).
Melakukan
komunikasi yang efektif tidaklah mudah. Beberapa ahli menyatakan bahwa tidak
ada proses komunikasi yang sebenar-benarnya efektif, karena selalu terdapat
hambatan. Hambatan komunikasi pada umumnya mempunyai dua sifat berikut ini :
Hambatan yang bersifat
objektif, yaitu hambatan
terhadap proses komunikasi yang tidak disengaja dibuat oleh pihak lain tetapi
lebih disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. Misalnya karena cuaca,
kebisingan kalau komunikasi di tempat ramai, waktu yang tidak tepat, penggunaan
media yang keliru, ataupun karena tidak kesamaan atau tidak “in tune” dari
frame of reference dan field of reference antara komunikator dengan komunikan.
Hambatan yang bersifat
subjektif, yaitu hambatan
yang sengaja di buat orang lain sebagai upaya penentangan, misalnya
pertentangan kepentingan, prasangka, tamak, iri hati, apatisme, dan
mencemoohkan komunikasi.
a. Componential
Menjelaskan
komunikasi antar pribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya, dalam hal
ini adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang
lain dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
b. Situasional
Interaksi
tatap muka antara dua orang dengan potensi umpan balik langsung.
Model-model
Pengolahan Informasi pada dasarnya menitikberatkan pada cara-cara memperkuat
dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) manusia untuk memahami
dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah
dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa untuk
mengungkapkannya. Model Pengolahan informasi berorientasi pada:
o Proses Kognitif
o Pemahaman Dunia
o Pemecahan Masalah
o Berpikir Induktif
Keseluruhan
proses manajemen dibangun berdasarkan hubungan ikatan kepercayaan yang
membutuhkan keterbukaan dan kejujuran baik dari pihak manajer maupun pekerja.
Bawahan menurut /melakukan pekerjaannya, bukan karena mereka dibuat seperti
itu, tetapi karena mereka merasa mengerti oleh manajer dan memahami masalahnya.
Pekerja bekerja keras untuk membuat keputusan yang benar. Mereka merasa tidak
suka dimanipulasi, dikontrol, atau dibujuk untuk membuat keputusan bahkan jika
keputusan itu yang akhirnya mereka buat. Jangan memecahkan masalah bawahan.
Mereka akan merasa tidak menyukai solusi tersebut, dan jika anda sebagai
manajer memperkenalkan solusinya, mereka akan tidak menyukai anda. Tunjukan
masalahnya; jangan pecahkan. Biarkan bawahan memecahkan masalah-masalah
mereka dengan bantuan anda.
Sumber
Ivancevich, John M., Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi 7 (2). Jakarta: Erlangga
Kreitner, Robert, Angelo kinicki. Tanpa Tahun. Perilaku Organisasi . Terjemahan Erly Suandy. 2005. Jakarta: Salemba Empat
Christian,M.2005.Jinakkan stress.Bandung:Nexx Media
Anonim. 1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
http://kikishab.blogspot.co.id/2014/01/empowerment-stress-dan-konflik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar