Jumat, 05 Desember 2014

Tugas ke-3 Psikologi dan Teknologi Internet

INTERNET ADDICTION

 Internet Addiction adalah suatu gangguan psikofisiologis yang meliputi tolerance (penggunaan dalam jumlah yang sama akan menimbulkan respon minimal, jumlah harus ditambah agar dapat membangkitkan kesenangan dalam jumlah yang sama), whithdrawal symptoms (khususnya menimbulkan termor, kecemasan, dan perubahan mood), gangguan afeksi (depresi, sulit menyesuaikan diri), dan tergangunya kehidupan sosial (menurun atau hilang sama sekali, baik dari segi kualitas maupun kuantitas).
     Internet Addiction diartiakan sebagai sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaanya saat online. Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online diinternet.
      Internet merupakan kemajuan teknologi & komunikasi, yang memrikan peluang untuk mendapatkan akses informasi dengan cepat, tepat & terjaungkau. Namun kini juga tidak hanya informasi dalam internet, mucul berbagai GAME-GAME, situs yang tidak baik didunia maya. dan ini dapet membuat kita "kecanduan internet" dan terutama pada anak-anak. Anak-anak harus dalam pengawasan Orang tuanya atau orang dewasa dalam mengakses Internet. Kecanduan internet pada anak-anak merupakan simtom psikologis dan berkaitan dengan gangguan fisiologis yang muncul dalam bentuk ketergantungan yang berlebihan terhadap World Wide Web.
      Ketertarikan seseorang terhadap internet banyak tergantung kepada kepentingan, minat, dan kepribadian setiap individu. Orang dapat memperoleh informasi mengenai apa saja sesuai dengan bidang minat, dan perhatiannya. Meskipun demikian, ada tiga hal utama yang menjadi pintu masuknya keterlibatan seseorang dalam kecanduan internet yaitu pornografi, online game, dan jejaring sosial.

Contoh Kasus
TEMPO.COSurakarta – Yayasan Sahabat Kapas menilai kecanduan anak-anak pada game online sudah seperti kecanduan seseorang kepada narkotik. Sebab, ketika ingin bermain dan tidak punya uang, anak akan melakukan segala cara, termasuk berbuat kriminal.
Koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian Sasmita, mengatakan, dalam enam bulan terakhir, di Surakarta ada tujuh anak yang melakukan pencurian demi bisa bermain game online. “Sebagian di antaranya saat ini kami dampingi,” katanya di sela aksi menyambut Hari Anak Nasional, Minggu, 1 Juli 2012.
Aktivitas di depan layar komputer untuk bermain game online punya dampak buruk untuk anak-anak. Antara lain, anak-anak jadi terisolasi dari lingkungan dan pergaulan nyata karena terlalu asyik dengan dunia maya yang sedang dihadapi.
Bahkan mereka bisa terbawa untuk berperilaku agresif, meniru apa yang dilihat di permainan, misalnya untuk permainan yang berkaitan dengan peperangan. Nah, lantaran ingin meneruskan permainan padahal tidak punya uang, anak bisa terdorong melakukan tindak kejahatan seperti mencuri. “Belum lagi jika bicara nilai pelajaran di sekolah bisa menurun karena konsentrasi belajar juga turun,” kata Dian.
Dian mengakui penggunaan Internet memang tidak sepenuhnya punya dampak buruk. Itulah perlunya peran orang tua mengawasi kegiatan anak di depan komputer. “Dampingi anak-anak saat mengakses Internet. Selain itu, beri batasan waktu,” kata Dian. 
Analisis masalah dan Solusinya

Solusi mengatasi kecanduan game online, dia menyarankan orang tua agar memberikan alternatif kegiatan. Anak usia 7-18 tahun semestinya bisa melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat daripada sekadar menghabiskan waktu bermaingame online.
Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, Juliani Prasetyaningrum, mengatakan game online menjadi pelarian bagi anak-anak yang merasa tidak nyaman di rumah. “Mungkin di rumah tertekan dengan tuntutan prestasi yang diminta orang tua atau memang tidak betah di rumah karena ada masalah di keluarga,” katanya.
Karena itu, anak-anak lantas memilih bergabung dengan kelompoknya, seperti komunitas penggemar game online. Tindakan kejahatan demi menyalurkan hobinya bermain game online tidak terlepas dari pengaruh dalam komunitasnya tersebut. “Kalau kelompoknya itu melakukan kejahatan, maka bisa ikut-ikutan,” katanya.
Juliani menyarankan orang tua untuk secara intens menjalin komunikasi dengan anaknya. Kemudian mengubah cara berkomunikasi, dari semula selalu menuntut, beralih menjadi pendamping dan teman bagi si anak. “Kuncinya di orang tua dan keluarga, yang memang sering berinteraksi dengan anak-anak,” ujarnya.

Sources :

http://wahyuasriyunita.wordpress.com/2013/10/24/internet-addiction/